PEMBAHASAN
A. Biografi
Abu Bakar As-Shiddiq (11-13H
/ 632-634 M)
Abu
Bakar (lahir: 572 - wafat: 23 Agustus 634/21 Jumadil Akhir 13 H) di lahirkan di Mekkah dari keturunan Bani Taim, suku bangsa Quraish. Berdasarkan beberapa sejarawan Islam, ia adalah seorang
pedagang, hakim dengan kedudukan tinggi, seorang yang terpelajar serta
dipercayai sebagai orang yang bisa menafsirkan mimpi. Berdasarkan keadaan saat
itu dimana kepercayaan yang diajarkan Nabi Muhammad SAW lebih banyak menarik
minat anak-anak muda, orang miskin, kaum marjinal dan para budak, sulit
diterima bahwa Abu Bakar justru termasuk dalam mereka yang memeluk Islam dalam
periode awal dan juga berhasil mengajak penduduk mekkah dan kaum Quraish
lainnya mengikutinya (memeluk Islam).[1]
Awalnya
ia dikenal dengan nama Abdul Ka'bah (pelayan Ka'bah), setelah memeluk Islam ia menggunakan nama Abdullah
(pelayan Tuhan). Namun, ia lebih dikenal dengan nama Abu Bakar (dari bahasa
arab Bakr yang berarti unta muda) karena minatnya dalam berternak unta.
Ketika
peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad SAW pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang
menemaninya. Abu Bakar juga terikat dengan Nabi Muhammad secara kekeluargaan.
Anak perempuannya, Aisyah menikah dengan Nabi Muhammad beberapa saat setelah Hijrah.[2]
1.
Kondisi
Sosial Budaya Masyarakat
Masa awal Pemerintahan Abu bakar diwarnai dengan berbagai
kekacauan dan pemberontakan, seperti munculnya orang-orang murtad, aktifnya
orang yang mengaku diri nabi, pemberontakan dari beberapa kabilah, Arab dan
banyaknya orang-orang yang ingkar membayar zakat. Munculnya orang-orang murtad
disebabkan oleh kayakinan mereka terhadap ajaran islam belum begitu mantap, dan
wafatnya Rasulullah SAW menggoyahkan keimanan mereka. Tentang orang-orang yang
mengaku diri nabi sebenarnya telah ada semenjak Rasulullah SAW, tetapi
kewibawaan Rasulullah SAW menggetarkan
hati mereka untuk melancarkan aktivitasnya. Mereka mengira bahwa Abu
Bakar adalah pemimpin yang lemah sehingga mereka berani membuat kekacauan.
Pemberontakan kabilah disebabkan oleh anggapan mereka bahwa perjanjian
perdamaian yang dibuat bersama Nabi SAW bersifat pribadi dan berakhir dengan
wafatnya Rasulullah SAW sehingga mereka tidak perlu lagi taat dan tunduk pada
penguasa islam yang baru.[3]
2.
Sistem Pemilihan Kekhalifahan Abu Bakar
Ketika Nabi
Muhammad s.a.w. akan wafat, Nabi tidak berwasiat apa-apa, baik kepada salah seorang
karib, atau kepada sahabat-sahabat yang lain, tentang siapa yang akan jadi
Khalifah pengganti Nabi. Persoalan yang besar ini beliau serahkan kepada
musyawarah ummat Islam.
Setelah Nabi
wafat, berkumpullah orang Muhajirin dan Anshar di Madinah, guna bermusyawarah
siapa yang akan dibaiat (diakui) jadi Khalifah. Orang Anshar menghendaki agar
Khalifah itu dipilih dari golongan mereka, mereka mengajukan Sa’ad bin Ubadah.
Kehendak orang Anshar ini tidak disetujui oleh orang Muhajirin. Maka terjadilah
perdebatan diantara keduanya, dan hampir terjadi fitnah diantara keduanya[4].
Abu Bakar segera berdiri dan berpidato menyatakan dengan alasan yang kuat dan
tepat, bahwa soal Khilafah itu adalah hak bagi kaum Quraisy. Apa yang dikatakan
oleh Abu Bakar sangat berkaitan dengan stigma yang berkembang saat itu yang
datang dari Hadits Nabi
”Al-Aimmatu
min Quraish” (Kepemimpinan dalam Islam adalah dari kalangan Quraish)”.
Setelah khutbah
ini, ummat Islam serta merta membai’at Abu Bakar, didahului oleh Umar bin
Khattab, kemudian diikuti oleh para sahabat yang lain.
Adapun Abu Bakar
Siddiq adalah sahabat nabi yang tertua yang amat luas pengalamannya dan amat
besar ghirahnya kepada agama Islam. Dia adalah seorang bangsawan Quraisy,
berkedudukan tinggi dalam kaumnya, hartawan dan dermawan. Jabatannya dikala
Nabi masih hidup, selain dari seorang saudagar yang kaya, diapun seorang ahli
nasab Arab dan ahli hukum yang jujur. Dialah yang menemani Nabi ketika hijrah
dari Makkah ke Madinah. Dia telah merasakan pahit getirnya hidup bersama
Rasulullah sampai kepada hari wafat beliau. Dialah yang diserahi nabi menjadi
imam sembahyang ketika beliau sakit. Oleh karena itu, ummat Islam memandang dia
lebih berhak dan utama menjadi Khalifah dari yang lainnya.
3.
Kepemerintahan Abu Bakar As-Shiddiq
Masa
awal Pemerintahan Abu bakar diwarnai dengan berbagai kekacauan dan
pemberontakan, seperti munculnya orang-orang murtad, aktifnya orang yang
mengaku diri nabi, pemberontakan dari beberapa kabilah, Arab dan banyaknya
orang-orang yang ingkar membayar zakat serta timbulnya nabi-nabi palsu.
Munculnya orang-orang murtad disebabkan oleh kayakinan mereka terhadap ajaran
islam belum begitu mantap, dan wafatnya Rasulullah SAW menggoyahkan keimanan
mereka. Tentang orang-orang yang mengaku diri nabi sebenarnya telah ada
semenjak Rasulullah SAW, tetapi kewibawaan Rasulullah SAW menggetarkan hati mereka untuk melancarkan aktivitasnya.
Mereka mengira bahwa Abu Bakar adalah pemimpin yang lemah sehingga mereka
berani membuat kekacauan. berikut ini adalah hal-hal yang dilakukan oleh
khalifah abu bakar pada masa kepemimpinannya :
a.
Ridda
Segera
setelah suksesi Abu Bakar, beberapa masalah yang mengancam persatuan dan
stabilitas komunitas dan negara Islam saat itu muncul. Beberapa suku Arab yang berasal dari Hijaz dan Nejed membangkang
kepada khalifah. Beberapa diantaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam secara
utuh. Beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi lamanya yakni
penyembahan berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya memiliki komitmen
dengan Nabi Muhammad SAW dan dengan kematiannya komitmennya tidak berlaku lagi.
Berdasarkan
hal ini Abu Bakar menyatakan perang terhadap mereka yang dikenal dengan nama
perang Ridda yang di pimpin oleh ussamah. Dalam perang Ridda peperangan
terbesar adalah memerangi Ibnu Habib al-Hanafi yang lebih dikenal dengan nama Musailamah Al-Kazab (Musailamah si pembohong),
yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru menggantikan Nabi Muhammad SAW.
Musailamah kemudian dikalahkan pada pertempuran Akraba oleh Khalid bin Walid.
b.
Perluasan
Wilayah
Setelah menstabilkan keadaan internal dan secara penuh
menguasai Arab, Abu Bakar memerintahkan para jenderal Islam melawan kekaisaran
Bizantium dan Kekaisaran Sassanid. Khalid bin Walid menaklukkan Irak dengan
mudah sementara ekspedisi ke Suriah juga meraih sukses.
c.
Kepemerintahan
Negara
Periode Abu Bakar begitu singkat terhitung 632-634 M.
Tetapi bila diperhatikan dengan seksama, pemerintahan Abu Bakar bisa dibilang
mampu melewati masa-masa kritis, terutama yang berkaitan dengan Negara Islam
yang baru dia rintis. Tekanan dari luar maupun dari dalam datang secara
bergantian, tetapi Abu Bakar mampu melewatinya dengan baik.
Peristiwa-periastiwa penting semasa pemerintahan Abu Bakar
adalah pengiriman militer yang dipimpin oleh Usamah, pengiriman militer
tersebut bertujuan untuk memerangi orang-orang yang keluar dari Islam, serta orang-orang
yang enggan mengeluarkan zakat. Darai kutipan tersebut
dapat dipahami bahwa Abu Bakar tegas dan tepat dalam mengambil kebijakan,
kalaulah tidak ada ketegasan dalam mengambil keputusan kemungkinan yang timbul
adalah banyak Umat Islam yang keluar dari Islam dan enggan membayar zakat.
Ketegasan Abu Bakar dapat dipahamai dari perkataan
beliau,”Demi Allah sungguh akan saya perangi siapa saja yang memisahkan antara
salat dan zakat. Sebab zakat adalah hak harta, Kemudian Umar berkata Umar
berkata
“Demi Allah saya melihat bahwa Allah telah membuka dada
Abu Bakar untuk berperang. Maka tahulah saya bahwa apa yang dikataan itu adalah
benar.”(HR. Bukhari Muslim).
Kebijakan militer lain yang dilakukan oleh Abu Bakar yaitu pengutusan
militer pimpinan Khalid untuk memerangi orang Islam yang meninggalkan salat,
zakat, meninggalkan puasa dan tidak mau menunaikan ibadah haji. Khalid bin
Walid diperintahkan Au Bakar untuk memerangi Bani Asad dan Bani Ghathafan.
Peristiwa ini terjadi pada bulan Jumadil akhir.
Pada tahun 12 Hijriyah Abu Bakar menugaskan Al-Ala’ bin Al-Hadrami
dan pasukanya ke Bahrain. Al-Ala’ diperintahkan untuk memerangi orang-orang
Bahrain yang keluar dari Islam. Mengirim pasukan ke Amman yang dipimpin oleh
Ikrimah bin Abu Jahal, juga mengirim pasukan militer pimpinan Al-Muhajir bin
Umayyah ke Najir,dan mengirimkan pasukan militer pimpinan Ziad bin Labid
al-Ansari untuk memerangi kelompok yang murtad.
Dapat kita cermati bahwa model pemerintahan yang dijalankan
oleh Abu Bakar bersifat sentral, kekuasaan legsilatif, eksekutif dan yudikatif
terpusat ditangan khalifah, jadi selian menjalankan roda pemerintahan, khalifah
juga menjalankan hukum, yang dalam menjalankanknya masih diutamakan dengan
proses musyawarah. Pendapat tersebut mengacu kepada
kebijakan yang dilakukan oleh Abu Bakar, seperti perintah memerangi orang
murtad, orang-orang yang enggan membayar zakat, surat keputusan untuk
mengumpulkan tulisan-tulisan al-Quran yang masih belum tersusun rapi dan belum
dikumpulkan pada satu tempat yang kesemua kebijakan tersebut selain diputuskan
oleh Abu Bakar juga telah di musyawarahkan dengan para sahabatnya.[5]
d. Pengelolaan
Harta Rampasan Perang
Untuk meningkatkan kesejahteraan umum Abu Bakar membentuk
lembaga Bait Al-Maal, semacam kas negara atau lembaga keuangan. Pengelolaannya
diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat nabi yang digelari Amin Al-Ummah
(kepercayaan ummat). Selain itu didirikan pula lembaga peradilan yang ketuanya
dipercayakan kepada Umar Ibn Khottob. Kebijaksanaan lain yang ditempuh abu
Bakar adalah membagi sama rata hasil rampasan perang (ghanimah). Dalam
hal ini, ia berbeda pendapat dengan Umar Ibn Khottob yang menginginkan
pembagian dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat. Alasan yang dikemukakan
Abu Bakar adalah semua perjuangan yang dilakukan atas nama islam akan mendapat
balasan dari Allah SWT di akhirat. Karena itu, biarlah di dunia mereka mendapat
bagian yang sama.
e. Sistem
Pertahanan
Dalam menyusun sistem militer dan pertahanan keamanan pada
masa ini terpengaruh dengan penuntasan masalah pemberontakan, kemurtadan, dan
pembangkangan.
Untuk
memerangi para pembangkang dan kaum murtaddien ini, Abu Bakar membagi pasukan
menjadi sebelas brigade[6]
:
1) Halib Ibn Walid (seharusnya Khalid
Ibn Walid) memimpin pasukan untuk memerangi nabi palsu thulailah Ibn
Khuwailid dari bani Asad dan Malik Ibn Khuwairah (Pemimpin Pemberontak)
dari Bani Tamim di bitah Bhutha. Panglima yang paling disegani dan ditakuti ini
sengaja ditugaskan untuk memberi pelajaran kepada kabilah-kabilah yang lain
yang tidak mau menyerah.
2) Ikrimah Ibn Abi Jahl Memimpin pemadaman
pemberontakan Nabi Palsu Musailamah Al-Kadzab dari Bani Hanifah di iyayamah.
3) Surahbil Ibn Khasanah memimpin tentara
ke Qudha’ah dan membantu pasukan Ikrimah.
4) Al-Muhajir Ibn Abi Umayyah memimpin
tentara memerangi Al-Aswad Al-Ansi yang mengaku sebagai Nabi Palsu di Yaman.
5) Hudzaifah Ibn Mihsan memadamkan
pemberontakan suku di Oman yang di pimpin Zul-Taj Laqith Ibn Malik Al-Adzdi.
6) Arfajah Ibn Khuzimah memimpin tentara ke
Mahrah.
7)
Suwaid
Ibn Muqorrin memerangi suku tihamah yaman.
Dari pembagian tugas di setiap wilayah dapat kita simpulkan
bahwa bagaimana Abu Bakar dengan sangat hati-hati dan jeli dalam memberi
tanggung jawab kepada pasukannya serta membagi yurisdiksi atau jangkauan
wilayah di setiap batalion tentaranya yang bertujuan mengamankan dan memerangi
kaum yang ingin merusak ajaran islam.
B. Masa Khilafah Umar al-Khatthab
Umar Ibn
al-Khattab adalah khalifah kedua, dan mungkin terbesar dari semua khalifah
Islam. Dia sejaman namun lebih berusia muda ketimbang Nabi Muhammad. Dan
seperti juga Muhammad, dia kelahiran Mekkah. Tahun kelahirannya tidak
diketahui, tetapi menurut taksiran tahun-586.
Asal-muasalnya Umar
Ibn al-Khattab merupakan musuh yang paling ganas dan beringas, menentang
Muhammad dan Agama Islam habis-habisan. Tetapi, mendadak dia memeluk agama baru
itu dan berbalik menjadi pendukung gigih. (Ini ada persamaannya yang menarik
dengan ihwal St. Paul terhadap Kristen). `Umar Ibn al-Khattab selanjutnya
menjadi penasihat terdekat Nabi Muhammad dan begitulah dilakukannya sepanjang
umur Muhammad.
Umar berasal
dari suku Bani ‘Adi, salah satu suku cabang Bani Quraisy. Ibunya Hantamah,
adalah putrid Hasyim bin Mughirah dari klan Bani Mahzum, cabang lain Bani
Quraisy dan sekutu Bani Umayyah di Zaman Jahiliyah.
1.
Perluasan
wilayah
Dalam masa
kepemimpinan sepuluh tahun Umar itulah penaklukan-penaklukan penting dilakukan
orang Arab. Tak lama sesudah `Umar pegang tampuk kekuasaan sebagai khalifah,
pasukan Arab menduduki Suriah dan Palestina, yang kala itu menjadi bagian
Kekaisaran Byzantium. Dalam pertempuran Yarmuk, pasukan Arab berhasil memukul
habis kekuatan Byzantium. Damaskus jatuh pada tahun itu juga, dan Darussalam
menyerah dua tahun kemudian. Menjelang tahun 641H, pasukan Arab telah menguasai
seluruh Palestina dan Suriah, dan terus menerjang maju ke daerah yang kini
bernama Turki. Tahun 639 H, pasukan Arab menyerbu Mesir yang juga saat itu di
bawah kekuasaan Byzantium. Dalam tempo tiga tahun, penaklukan Mesir
diselesaikan dengan sempurna.[7]
Penyerangan Arab
terhadap Irak yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Persia telah
mulai bahkan sebelum `Umar naik jadi khalifah. Kunci kemenangan Arab terletak
pada pertempuran Qadisiya tahun 637 H, terjadi di masa kekhalifahan `Umar.
Menjelang tahun 641, seseluruh Irak sudah berada di bawah pengawasan Arab. Dan
bukan cuma itu: pasukan Arab bahkan menyerbu langsung Persia dan dalam
pertempuran Nehavend mereka secara
menentukan mengalahkan sisa terakhir kekuatan Persia. Menjelang wafatnya `Umar
di tahun 644 H, sebagian besar daerah barat Iran sudah terkuasai sepenuhnya.
Gerakan ini tidak berhenti tatkala `Umar wafat. Di bagian timur mereka dengan
cepat menaklukkan Persia dan bagian barat mereka mendesak terus dengan pasukan
menyeberang Afrika Utara.
Sama pentingnya
dengan makna penaklukan-penaklukan yang dilakukan `Umar adalah kepermanenan dan
kemantapan pemerintahannya. Iran, kendati penduduknya masuk Islam, berbarengan
dengan itu mereka memperoleh kemerdekaannya dari pemerintahan Arab. Tetapi
Suriah, Irak dan Mesir tidak pernah peroleh hal serupa. Negeri-negeri itu
seluruhnya di-Arabkan hingga saat kini.
Umar sudah
barang tentu punya rencana apa yang harus dilakukannya terhadap daerah-daerah
yang sudah ditaklukkan oleh pasukan Arab. Dia memutuskan, orang Arab punya hak-hak
istimewa dalam segi militer di daerah-daerah taklukan, mereka harus berdiam di
kota-kota tertentu yang ditentukan untuk itu, terpisah dari penduduk setempat.
Penduduk setempat harus bayar pajak kepada penakluk Muslimin (umumnya Arab),
tetapi mereka dibiarkan hidup dengan aman dan tenteram. Khususnya, mereka tidak
dipaksa memeluk Agama Islam. Dari hal itu sudahlah jelas bahwa penaklukan Arab
lebih bersifat perang penaklukan nasionalis daripada suatu perang suci meskipun
aspek agama bukannya tidak memainkan peranan.[8]
Keberhasilan Umar
betul-betul mengesankan. Sesudah Nabi Muhammad, dia merupakan tokoh utama dalam
hal penyerbuan oleh Islam. Tanpa penaklukan-penaklukannya yang secepat kilat,
diragukan apakah Islam bisa tersebar luas sebagaimana dapat disaksikan sekarang
ini. Lebih-lebih, kebanyakan daerah yang ditaklukkan dibawah pemerintahannya
tetap menjadi Arab hingga kini. Jelas, tentu saja, Muhammadlah penggerak
utamanya jika dia harus menerima penghargaan terhadap perkembangan ini. Tetapi,
akan merupakan kekeliruan berat apabila kita mengecilkan saham peranan `Umar.
Penaklukan-penaklukan yang dilakukannya bukanlah akibat otomatis dari inspirasi
yang diberikan Muhammad. Perluasan mungkin saja bisa terjadi, tetapi tidaklah
akan sampai sebesar itu kalau saja tanpa kepemimpinan Umar yang brilian.
Selama
pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil
alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia
(yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir,
Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
Sejarah mencatat
banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada pertempuran
Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu pasukan Islam
mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan
Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil
mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada
pertempuran Qadisiyyah (th 636), di dekat sungai Eufrat. Pada pertempuran itu,
jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan pasukan Sassanid
dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad.
Pada tahun 637,
setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya
mengambil alih kota tersebut. Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh
pendeta Sophronius dan diundang untuk salat di dalam gereja (Church of the Holy
Sepulchre). Umar memilih untuk salat ditempat lain agar tidak membahayakan
gereja tersebut. 55 tahun kemudian, Masjid Umar didirikan ditempat ia shalat.[9]
2.
Pemerintahan
Negara
Karena perluasan
daerah terjadi dengan cepat, Umar Radhiallahu ‘anhu segera mengatur
administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang
terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah
propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir.
Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur
dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan
dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk
menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula
jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang,
dan membuat tahun hijiah.
Umar melakukan
banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan
publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang baru
ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah
kekuasaan Islam. Tahun 638 H, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi
Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses modifikasi
hukum Islam.
Umar dikenal
dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan
penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat sederhana. Pada
sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan
keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa
hijrah.[10]
Umar Radhiallahu
‘anhu memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). Masa jabatannya
berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang majusi, budak dari Persia
bernama Abu Lu'lu'ah. Untuk menentukan penggantinya, Umar Radhiallahu ‘anhu
tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu. Dia menunjuk
enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang
diantaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah,
Zubair, Sa'ad ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn 'Auf Radhiallahu Ta’ala anhu
ajma’in. Setelah Umar Radhiallahu ‘anhu wafat, tim ini bermusyawarah dan
berhasil menunjuk Utsman Radhiallahu ‘anhu sebagai khalifah, melalui proses
yang agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu.
Dalam hal job
discribtion kepemerintahannya Khalifah Umar ibn Al-Khattab juga membuat
ketentuan bahwa pihak eksekutif tidak boleh turut campur dalam mengelola harta
Baitul Mal. Di tingkat provinsi, pejabat yang bertanggung jawab terhadap harta
umat tidak bergantung kepada gubernur dan mereka mempunyai otoritas penuh dalam
melaksanakan tugasnya serta bertanggung jawab langsung kepada pemerintah pusat.
Untuk
mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar ibn Al-Khattab mendirikan
beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti :
a)
Departemen
Pelayanan Militer. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan
kepada orang-orang yang terlibat dalam peperangan.
b)
Departemen
Kehakiman dan Eksekutif. Bertanggung jawab atas pembayaran gaji para hakim dan
pejabat eksekutif.
c)
Departemen
Pendidikan dan Pengembangan Islam. Departemen ini mendistribusikan bantuan dana
bagi penyebar dan pengembang ajaran Islam beserta keluarganya, seperti guru dan
juru dakwah.
d)
Departemen
Jaminan Sosial. Berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh
fakir miskin dan orang-orang yang menderita.
3.
Pertahanan
Militer
Umar adalah ahli
strategi militer yang besar. Ia mengeluarkan perintah operasi militer secara
mendetail. Pernah ketika mengadakan operasi militer untuk menghadapi kejahatan
orang-orang Parsi, beliau yang merancang kopmposisi pasukan Muslim, dan
mengeluarkan perintah dengan detailnya. Saat beliau menerima khabar hasil
pertempurannya beliau ingin segera menyampaikan berita gembira atas kemenangan
tentara kaum Muslimin kepada penduduk, lalu Khalifah Umar berpidato di hadapan
penduduk Madinah: “Saudara-saudaraku! Aku bukanlah rajamu yang ingin menjadikan
Anda budak. Aku adalah hamba Allah dan pengabdi hamba-Nya. Kepadaku telah
dipercayakan tanggung jawab yang berat untuk menjalankan pemerintahan khilafah.
Adalah tugasku membuat Anda senang dalam segala hal, dan akan menjadi hari
nahas bagiku jika timbul keinginan barang sekalipun agar Anda melayaniku. Aku
berhasrat mendidik Anda bukan melalui perintah-perintah, tetapi melalui
perbuatan.”[11]
Pada tahun 634
M, pernah terjadi pertempuran dahsyat antara pasukan Islam dan Romawi di
dataran Yarmuk. Pihak Romawi mengerahkan 300.000 tentaranya, sedangkan tentara
Muslimin hanya 46.000 orang. Walaupun tidak terlatih dan berperlengkapan buruk,
pasukan Muslimin yang bertempur dengan gagah berani akhirnya berhasil
mengalahkan tentara Romawi. Sekitar 100.000 orang serdadu Romawi tewas
sedangkan di pihak Muslimin tidak lebih dari 3000 orang yang tewas dalam
pertempuran itu. Ketika Caesar diberitakan dengan kekalahan di pihaknya, dengan
sedih ia berteriak: “Selamat tinggal Syria,” dan dia mundur ke Konstantinopel.[12]
Beberapa
prajurit yang melarikan diri dari medan pertempuran Yarmuk, mencari
perlindungan di antara dinding-dinding benteng kota Yerusalem. Kota dijaga oleh
garnisun tentara yang kuat dan mereka mampu bertahan cukup lama. Akhirnya uskup
agung Yerusalem mengajak berdamai, tapi menolak menyerah kecuali langsung
kepada Khalifah sendiri. Umar mengabulkan permohonan itu, menempuh perjalanan
di Jabia tanpa pengawalan dan arak-arakan kebesaran, kecuali ditemani seorang
pembantunya. Ketika Umar tiba di hadapan uskup agung dan para pembantunya,
Khalifah menuntun untanya yang ditunggangi pembantunya. Para pendeta Kristen
lalu sangat kagum dengan sikap rendah hati Khalifah Islam dan penghargaannya
pada persamaan martabat antara sesama manusia. Uskup agung dalam kesempatan itu
menyerahkan kunci kota suci kepada Khalifah dan kemudian mereka bersama-sama
memasuki kota. Ketika ditawari bersembahyang di gereja Kebaktian, Umar
menolaknya dengan mengatakan: “Kalau saya berbuat demikian, kaum Muslimin di
masa depan akan melanggar perjanjian ini dengan alasan mengikuti contoh saya.”
Syarat-syarat perdamaian yang adil ditawarkan kepada orang Kristen. Sedangkan
kepada orang-orang Yahudi, yang membantu orang Muslimin, hak milik mereka
dikembalikan tanpa harus membayar pajak apa pun.
4.
Pengelolaan
Harta Rampasan
Penaklukan-penaklukan
(futuhat) terhadap Negara lain banyak terjadi pada masa Umar dan kaum muslimin
berhasil menaklukan negeri Kisra (Persia) Qaishar (Romawi), semakin banyaknya
harta yang mengalir ke kota Madinah. Oleh karena itu, Umar lalu membangun
sebuah rumah khusus untuk menyimpan harta, membentuk diwan-diwan (kantor-kantor),
, menetapkan gaji-gaji dari baitul mal, serta membangun angkatan perang.
Selama
memerintah, Umar bin Khatthab tetap memelihara Baitul Mal secara hati-hati,
menerima pemasukan dan sesuatu yang halal sesuai dengan aturan syariat dan
mendestribusikanya kepada yang berhak menerimaya.
5.
Perbandingan
Kepemerintahan Abu Bakar As-Shiddik dan Umar Bin Khatab
Kemajuan negara
|
Abu Bakar
|
Umar bin Khatab
|
Perekonomian
|
Belum
begitu stabil, hal ini dikarenakan oleh kesibukan abu bakar yang terfokus
pada keamanan yang disebabkan oleh kelompok yang murtad.
|
Perekonomian
mulai berkembang, pada masa ini sudah mulai di bentuknya lembaga - lembaga keuangan (Bait Al-Mal).
|
Kepemerintahan Negara
|
Belum
stabil, karena banyak gangguan dari kelompok yang tidak senang terhadap
keperintahan Abu Bakar
|
Sudah
mulai membentuk lembaga yang masing-masing memiliki tugasb tersendiri.
Sudah
mulai memisahkan antara kekuasan peradilan dan pemerintahan ( lembaga
legislative, eksekuti
|
Wilayah
|
Bizantium, Kekaisaran Sassanid. Irak
dan Suriah
|
Pada
masa umuar hanya melanjutkan dari kepemerintahan Abu Bakar. Wilayah yang
ditaklukan antara lain Suriah, Palestina, Kekaisaran Byzantium. Damaskus,
Darussalam Palestina, Suriah, dan terus menerjang maju ke daerah yang kini bernama
Turki. Mesir dan Irak.
|
Pertahanan
|
Membentuk
beberapa komando yang setiap komando di pimpin oleh seorang pemimpin yang
ditempatkan di berbagai wilayah.
|
Sama
dengan masa abu bakar hanya saja politik peperangan dan strategi peperangan
lebih baik dari pada Abu Bakar.
|
Pembangunan
|
Belum
terbentuknya pembangunan Negara hal ini dikarenakan kesibukannya untuk
membasmi orang-orang yang murtad.[13]
|
Sudah
mulai terbentuknya lembaga atau pembangunan di bidang peradilan dan
pemerintahan.[14]
|
KESIMPULAN
Abu
Bakar (lahir: 572 - wafat: 23
Agustus 634/21 Jumadil Akhir 13 H) di lahirkan di Mekkah dari keturunan Bani Taim, suku bangsa Quraish. Berdasarkan beberapa sejarawan Islam, ia adalah seorang pedagang,
hakim dengan kedudukan tinggi, seorang yang terpelajar serta dipercayai sebagai
orang yang bisa menafsirkan mimpi. Berdasarkan keadaan saat itu dimana
kepercayaan yang diajarkan Nabi Muhammad SAW lebih banyak menarik minat
anak-anak muda, orang miskin, kaum marjinal dan para budak, sulit diterima
bahwa Abu Bakar justru termasuk dalam mereka yang memeluk Islam dalam periode
awal dan juga berhasil mengajak penduduk mekkah dan kaum Quraish lainnya
mengikutinya (memeluk Islam).
Masa
awal Pemerintahan Abu bakar diwarnai dengan berbagai kekacauan dan
pemberontakan, seperti munculnya orang-orang murtad, aktifnya orang yang
mengaku diri nabi, pemberontakan dari beberapa kabilah, Arab dan banyaknya
orang-orang yang ingkar membayar zakat serta timbulnya nabi-nabi palsu,
sehingga untuk tidak terfokus terhadap pembangunan Negara.
Umar Ibn
al-Khattab adalah khalifah kedua, dan mungkin terbesar dari semua khalifah
Islam. Dia sejaman namun lebih berusia muda ketimbang Nabi Muhammad. Dan
seperti juga Muhammad, dia kelahiran Mekkah. Tahun kelahirannya tidak
diketahui, tetapi menurut taksiran tahun-586.
Dalam masa
kepemimpinan sepuluh tahun Umar itulah penaklukan-penaklukan penting dilakukan
orang Arab. Tak lama sesudah `Umar pegang tampuk kekuasaan sebagai khalifah,
pasukan Arab menduduki Suriah dan Palestina, yang kala itu menjadi bagian
Kekaisaran Byzantium
DAFTAR PUSTAKA
Bastoni, Hepi Andi, 2008. Sejarah Peradaban Khalifah, Pustaka
al-Kautsar, Jakarta,
Haekal, M. Husen, 2007. Umar bin Khattab, PT. Pustaka Litera
AntarNusa, Jakarta.
Husain, Taha. 2000. Dua Tokoh Besar
Dalam Sejarah Islam. PT Dunia Pustaka Jaya. Jakarta.
Ja’fariyan, Rasul, 2006. Sejarah Khilafah, Al-Huda, Jakarta.
Muhammad, Hasyim, 2006. Sistem
Politik Di Masa Rasululloh Dan Khulafaur Rasyidin Di Tinjau Dari Sistem
Demokrasi. Skripsi, STAI Al-Qolam.
Salam
Madkur, Muhammad. 1990. Peradilan Dalam Islam. PT Bina Ilmu. Surabaya
Syalaby. Sejarah Kebudayaan Islam, Jilid 1,Pustaka, Jakrta.